Sangat banyak fakta sejarah mendeskripsikan betapa mahasiswa memiliki  peran penting mengubah sejarah kebangsaan dan perjalanan demokrasi dalam  konstalasi bangsa dan negara. Ya, mahasiswa adalah sosok istimewa dari  masa ke masa, baik di negara maju maupun di negara berkembang seperti  Indonesia.
Fakta membuktikan bahwa mahasiswa-lah yang memelopori revolusi 1956  di Hongaria. Gelombang demo anti perang 1962-1970 di Eropa dan Amerika  Serikat memaksa Presiden Richard Nixon menarik pasukan dari Vietnam dan  Kamboja. Revolusi Iran pun pada tahun 1979 berawal dari demo di  kampus-kampus.    
Mahasiswa sebagai salah satu gerakan moral berperan penting sebagai  pelopor perubahan di tanah air. Oleh karena itu, wajar jika sepak  terjang mahasiswa selalu dijadikan tolok ukur dalam setiap geliat  perubahan yang terjadi hampir di seluruh negara. 
Di Indonesia, sebut saja gerakan angkatan 66, gerakan ini adalah  awal kebangkitan gerakan mahasiswa secara nasional, di mana sebelumnya  gerakan-gerakan mahasiswa masih bersifat kedaerahan. Gerakan ini  berhasil membangun kepercayaan masyarakat untuk mendukung mahasiswa  menentang komunis yang ditukangi oleh PKI (Partai Komunis Indonesia).
Kemudian, gerakan mahasiswa agkatan 1972 yang menolak produk Jepang  dan sinisme terhadap warga keturunan. Gerakan angkatan ini dikenal  dengan terjadinya peristiwa Malari (Malapetaka Lima Belas Januari).
Selanjutnya, gerakan mahasiswa era sembilan puluhan mencuat dengan  agenda Reformasi-nya yang mencapai klimaksnya pada 1998. Kala itu,  mahasiswa mendapat simpati dan dukungan yang luar biasa dari rakyat dan  berhasil menumbangkan Orde Baru dengan ditandai lengsernya kekuasaan 32  tahun Soeharto dari kursi kepresidenan.     
Sejalan dengan perputaran waktu, ruh pergerakan dan perjuangan tokoh  mahasiswa dahulu seperti pada zaman Soe Hok Gie, Arif Budiman, hingga  aktivis 98, kini kelihatannya telah mengalami pergeseran nilai.
Aksi mahasiswa yang dulunya berupa pergerakan yang intelek, analitis  dan mengedepankan nalar positif, saat ini mahasiswa sering dimanfaatkan  sebagai alat permainan isu dan manajemen konflik oleh pihak yang  berkepentingan dan kerap berakhir dengan tindakan anarkis.
Kerusuhan mahasiswa yang sering terjadi di beberapa daerah  memperlihatkan betapa mahasiswa masih mudah dimanfaatkan untuk  kepentingan politik praktis dan tindakan anarki antarmahasiswa yang  sering dipertontongkan adalah kenyataan riil dari potret mahasiswa kita  saat ini.
Gerakan mahasiswa tidak lagi bisa merumuskan isu-isu yang bersifat  kerakyatan yang membela masyarakat banyak. Sejatinya, mahasiswa sebagai  sebuah organ intelektual senantiasa mengaktualisasikan segenap  pemikirannya untuk suatu hal positif yang fungsinya sebagai agent of  change, social control dan man of analize sepantasnya melakukan gerakan  melalui metode yang lebih cerdas dan intelek.
Hari-hari belakangan ini, aksi mahasiswa khususnya di Makassar  sedang dalam sorotan di berbagai media nasional. Anarkisme seolah  menjadi opini publik dan menjadi ciri setiap mahasiswa yang sedang  berunjuk rasa.
Aksi tawuran dan demonstrasi mahasiswa, baik itu antara mahasiswa  dengan aparat keamanan, dengan warga ataupun antara mahasiswa itu  sendiri yang tidak hanya adu fisik dan argumen, aksi demonstrasi kerap  berakhir anarkis, pemblokiran jalanan umum, pengrusakan fasilitas umum   bahkan tidak jarang menelan korban jiwa. 
Aksi unjuk rasa itu sendiri tidak salah, karena ia merupakan  perwujudan dari kehendak untuk mengeluarkan pendapat yang dilindungi  undang-undang. Tapi perbuatan yang anarkis mestinya dihindari.
Aksi dan pergerakan yang diwarnai dengan konfrontasi fisik akan  menyudutkan pergerakan mahasiswa dan menimbulkan stigma negatif akan  gerakan mahasiswa. Stigma negatif yang dilengketkan kepada gerakan  mahasiswa tersebut menghancurkan tatanan ideal yang menjadi karakter  mahasiswa itu sendiri.
Sejatinya, gerakan mahasiswa adalah sebuah perjuangan untuk  kepentingan rakyat, namun penutupan jalan dan pengrusakan fasilitas umum  jelas akan mengubah persepsi masyarakat yang awalnya menganggap  mahasiswa sebagai komunitas intelek menjadi komunitas pelaku  kriminalitas dan tindakan keonaran.  
Selain itu, kekhawatiran akibat seringnya aksi anarkis terjadi di  Makassar yang dikenal dengan budaya orang Sulsel yang suka menghargai  orang lain, juga dirasakan juga terhadap sendi-sendi pemerintahan  seperti sektor investasi dan kegiatan pariwisata.
Oleh karena itu, tawuran  mahasiswa harus menjadi PR serius bagi  dunia pendidikan di Sulsel, karena perilaku tawuran seperti ini akan  terus berlangsung sepanjang hal ini tidak ditangani secara komprehensif,  dan pada satu sisi akan menunjukkan ambruknya sistem dunia pendidikan.
Labels
- Puisiku (3)
 - Cerpen (1)
 - Gerakan Mahasiswa (1)
 - Hubungi Saya (1)
 - INTERNET (1)
 - Kata Bijak Tentang Cinta (1)
 - SMS ROMANTIS (1)
 
ueLLkammm..........
UUeLLkaaaaaaaaMmmm
About Me
Diberdayakan oleh Blogger.
FezzBugghh mE
Kamis, 01 Juli 2010
Mahasiswa, Intelektualisme, dan Anarkisme
Diposting oleh
indi89
di
20.58
Label: Gerakan Mahasiswa
Langganan:
Posting Komentar (Atom)


0 komentar:
Posting Komentar